Supporting Kids’ Emotions: Cara Membantu Anak Mengutarakan Perasaan

Oleh MinDira | 01 Desember 2025 di Promo
Bagikan artikel ini

Banyak anak yang sebenarnya merasakan banyak hal, tetapi belum mampu mengungkapkannya dengan kata-kata. Para ahli perkembangan anak sepakat bahwa kemampuan mengekspresikan emosi bukan muncul tiba-tiba melainkan butuh stimulasi, modeling, dan rasa aman dari orang tua. Baca Juga :  Kebiasaan Positif Usia 0–5 Tahun Menurut Penelitian Harvard

Mengapa Anak Sering Sulit Mengungkapkan Perasaan?

Sebelum orang tua berharap anak bisa bercerita atau jujur tentang apa yang ia rasakan, kita perlu memahami satu hal penting: mengungkapkan perasaan adalah keterampilan, bukan kemampuan bawaan lahir. Sama seperti belajar berjalan atau membaca, kemampuan emosional anak pun berkembang bertahap. Banyak anak terlihat “diam”, “cuek”, atau “tantrum” karena sebenarnya mereka mengalami sesuatu yang belum bisa mereka jelaskan. Emosi itu ada, tapi kata-katanya belum tersedia. Para ahli perkembangan anak menjelaskan bahwa struktur otak, kosakata, lingkungan rumah, dan pengalaman sosial sangat memengaruhi kemampuan anak untuk menyampaikan apa yang ada di hati mereka.

Karena itu, sebelum menilai perilaku anak, orang tua perlu memahami alasan ilmiah dan psikologis di balik sulitnya anak mengekspresikan perasaannya. Dengan memahami akar masalahnya, kita bisa mendampingi anak dengan lebih sabar dan tepat. Berikut ini alasan mengapa anak sering sulit mengungkapkan perasaan seperti :

  1. Perkembangan Emosi & Bahasa Belum Sinkron. Dr. Daniel J. Siegel (neuropsikolog & penulis The Whole-Brain Child) menjelaskan bahwa pada anak kecil, otak bagian logika (korteks prefrontal) belum berkembang sempurna. Karena itu, anak bisa merasakan sesuatu dengan kuat tapi belum bisa menjelaskan alasannya.
  2. Kosakata Emosi Belum Terbangun. Penelitian dari University of Cambridge menemukan bahwa anak yang sering diperkenalkan kosakata emosi memiliki regulasi emosi yang lebih baik dan lebih jarang tantrum. Artinya, semakin banyak kosakata emosi yang mereka kenal, semakin mudah mereka mengungkapkan perasaan.
  3. Anak Meniru Respons Orang Tua. Menurut Dr. John Gottman (ahli parenting & emosional), anak belajar tentang emosi melalui “Emotional Coaching”, yaitu cara orang tua merespons perasaan anak. Kalau orang tua sering marah, menyepelekan, atau mengabaikan emosi, anak akan menghindari bercerita.

Cara Membantu Anak Mengekspresikan Perasaannya

Setelah memahami bahwa anak memang secara alami masih belajar mengelola dan mengungkapkan emosinya, langkah berikutnya adalah memberikan dukungan yang tepat. Tujuan orang tua bukan membuat anak “tidak tantrum lagi”, tetapi membimbing mereka agar mengenali apa yang dirasakan, menyalurkannya dengan cara yang sehat, dan merasa aman untuk bercerita. Pendekatan yang efektif bukan hanya satu teknik, melainkan kombinasi dari validasi, komunikasi, contoh perilaku, dan lingkungan emosional yang hangat. Berikut cara-cara yang direkomendasikan para ahli untuk membantu anak lebih ekspresif dan nyaman mengungkapkan perasaan.

Berikut ini adalah cara yang dapat membantu anak mengekspresikan perasaannya seperti :

  1. Validasi Perasaan Anak (Emotional Safety First). Validasi tidak berarti membenarkan perilaku yang salah, tetapi mengakui emosi yang muncul. Menurut American Psychological Association (APA), anak yang mendapatkan validasi akan menunjukkan lebih sedikit ledakan emosi, kemampuan pulih lebih cepat, keterikatan yang lebih aman dengan orang tua. Anak tidak akan bisa berbicara jika ia merasa ditolak, disalahkan, atau dipermalukan. Validasi membantu anak merasa aman dan diterima tanpa syarat. Contoh validasi: “Kamu kelihatan kecewa ya karena mainannya rusak.” Atau “Wajar kok kalau kamu takut gelap, itu perasaan yang normal.”
  2. Gunakan Bahasa Emosi Secara Konsisten. Penelitian dari Yale Center for Emotional Intelligence menunjukkan bahwa rutin menggunakan kosakata emosi dapat meningkatkan kemampuan anak mengenali ekspresi wajah, kemampuan anak menjelaskan apa yang dirasakan, dan motivasi untuk mencari solusi saat ada konflik. Ini membantu anak punya “bahasa hati” untuk mengekspresikan apa yang muncul di dalam diri. Anak hanya bisa menyebutkan emosi yang pernah mereka dengar. Kosakata dasar untuk anak seperti senang, sedih, marah, takut, kesal, bangga, kecewa. Contoh penggunaan sehari-hari “Kayaknya kamu bangga banget ya bisa menyusun puzzle itu.” Atau “Bunda sedih kalau kamu sakit, karena bunda sayang sama kamu.”
  3. Terapkan Teknik “Name It to Tame It” (Dr. Daniel Siegel). Saat anak menamai emosinya, area otak yang bertanggung jawab untuk logika (prefrontal cortex) aktif, sehingga bagian otak yang memicu reaksi emosional mereda. Proses ini membuat tantrum lebih cepat berhenti, anak lebih mudah diajak berpikir, dan emosi tidak meledak tanpa arah. Teknik ini mengajarkan bahwa menamai emosi membantu menurunkan intensitasnya. Contoh penerapan “Coba bilang, ‘Aku marah karena temanku rebut mainanku.’” Atau “Adik sedih? Yuk kita bilang, ‘Aku sedih karena…’”
  4. Gunakan Media Visual: Buku Cerita, Kartu Emosi, dan Cerita Bergambar. Menurut Harvard University – Center on the Developing Child, anak mempelajari konsep abstrak lebih cepat melalui visual dan interaksi langsung. Buku emosi membantu anak memahami emosi secara konkret, melihat contoh cara mengatasi perasaan, lebih percaya diri saat bercerita. Media visual membuat konsep emosi lebih mudah dipahami anak. Contoh aktivitas seperti menunjuk gambar ekspresi wajah dan menirukannya, menggunakan kartu emosi untuk bertanya “Hari ini aku merasa…?” atau Membacakan buku yang tokohnya mengalami berbagai perasaan.
  5. Praktikkan Emotional Coaching (Dr. John Gottman). Dr. Gottman menemukan bahwa anak tumbuh lebih tenang dan percaya diri ketika orang tua menjadi “pelatih emosi” mereka, bukan sekadar pengatur perilaku. Lima langkah Gottman seperti Sadari emosi anak, Jadikan emosi sebagai momen kedekatan, Validasi, Bantu menamai, dan Ajak mencari Solusi. Dengan emotional coaching, anak belajar bahwa semua emosi boleh dirasakan, tapi tidak semua tindakan boleh dilakukan, dan orang tua adalah tempat paling aman untuk cerita.
  6. Modelkan Cara Mengungkapkan Emosi (Teori Social Learning – Albert Bandura). Menurut penelitian Bandura, anak meniru cara orang tua mengekspresikan emosi, cara orang tua meredakan emosi, dan cara orang tua menyelesaikan konflik. Anak belajar dari apa yang mereka lihat. Contoh modelling seperti “Ayah lagi kesal karena macet. Ayah tarik napas dulu ya.” Atau “Bunda senang banget kamu mau bantu beresin mainan.”.
  7. Beri Ruang Waktu untuk Anak Cerita. Studi dari University of Washington menemukan bahwa ruang tenang membantu anak mengaktivasi bagian otak yang bertanggung jawab untuk regulasi emosi. Ini membuat anak lebih jernih berpikir, lebih berani bercerita, dan lebih mampu menyebutkan apa yang dirasakan. Tidak semua anak langsung siap bicara. Ada anak yang perlu tenang dulu sebelum bisa mengungkapkan isi hati. Contoh yang bisa dilakukan beri pelukan dulu sebelum mengajak bicara, ajak minum air, minta anak menggambar perasaannya, dan atau beri waktu beberapa menit untuk menenangkan diri.

Miliki Aesop’s Fables Read & Play Untuk Anak  

Paket buku dan permainan yang memperkaya pengalaman anak dalam mengeksplorasi Fables penuh hikmah. Aesop's Fables Read & Play diperuntukan untuk anak usia 3+ dan keluarga.  Berikut ini adalah keunggulan dari Aesop's Fables Read & Play sebagai berikut :

  1. Mengenalkan nilai-nilai moral yang universal dan tak lekang oleh waktu
  2. Mengasah character building
  3. Menstimulasi kemampuan kognitif dan imajinasi
  4. Berisi cerita-cerita yang menghibur
  5. Kombinasi membaca, belajar, dan bermain
  6. Cocok untuk read aloud
  7. Ilustrasi dan desain menarik

Belajar dari Kisah dan Hikmah Al Quran Lewat Sabaqu for Muslim Kids

Untuk para orang tua yang ingin mengenalkan nilai Islam dengan cara seru dan edukatif, SabaQu for Muslim Kids bisa jadi pilihan tepat. Sabaqu for Muslim Kids diperuntukan untuk anak usia 6+ dan keluarga. Ditargetkan untuk anak yang sudah bisa membaca sendiri, juga bisa digunakan untuk anak usia di bawah itu dengan bantuan orangtua. Berikut ini adalah keunggulan dari Sabaqu for Muslim Kids sebagai berikut : 

  1. Menyuguhkan tema islam untuk anak
  2. Ilustrasi dan desain menarik
  3. Disusun dengan Tingkat kesulitan berjenjang
  4. Disusun oleh pendidik, praktisi dan akademisi desain, penulis buku anak dan pengajar agama islam

Mengenal Kisah 25 Nabi Melalui Nabiku Idolaku Balita

Nabiku Idolaku Balita, merupakan paket produk yang mengenalkan kisah para nabi untuk anak usia dini. Paket ini dikemas sesuai dengan usia balita, dengan gambar dan teks yang sederhana, bentuk ramah-balita, ringan, dan dikemas dalam paket eksklusif berisi 25 buku boardbook. Kisah 25 Nabi dan Rasul yang dikemas dalam bahasa yang lugas dan santun. Dilengkapi dengan ilustrasi menarik dan struktur buku yang ringan, buku ini cocok untuk genggaman balita serta membantu melatih kecerdasan motorik, visual, dan nilai keteladanan dengan cara yang menyenangkan.

Kisah 25 Nabi dan Rasul adalah warisan berharga yang terus diceritakan dari generasi ke generasi. Melalui Nabiku Idolaku Balita, anak-anak dapat mengenal kisah para nabi sejak dini, menjadikannya teladan dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang mudah dipahami dan menarik.

Promo Year End Fest : Aesop’s Fables Read & Play 

Cash dengan diskon 25% dari harga Rp. 2.218.750 menjadi Rp. 1.665.000 free Lunchbag dengan Periode 02-31 Desember 2025.

Promo Year End Fest : Sabaqu for Muslim Kids

Cash dengan diskon 40% dari harga Rp. 868.750 menjadi Rp. 520.000 dengan Periode 02-31 Desember 2025.

Promo Year End Fest : Nabiku Idolaku Balita

Cash dengan diskon 25% dari harga Rp. 1.462.500 menjadi Rp. 1.097.000 dengan Periode 02-31 Desember 2025.

Tags