Mandira Dian Semesta
5 Cara Membesarkan Anak Pekerja Keras, yang Terakhir Pakai Pop Up Lampion
5 Cara Membesarkan Anak Pekerja Keras, yang Terakhir Pakai Pop Up Lampion By admin / 05 November 2018

Pop up lampion, dengan cukup tak tertuga, ternyata mampu menjadi salah satu sarana mengasah keuletan anak. Terlebih menanamkan karakter gigih dan bekerja keras pada jiwa si kecil. Tak heran jikan buku pop up lampion disarankan cukup banyak pakar anak sebagai alat edukasi yang sebaiknya dimainkan oleh anak.


Nah, Ayah Bunda, kita tunda dulu soal pop up lampion. Sekarang simak paparan tentang masa kanak-kanak, karakter pekerja keras, dan bagaimana membesarkan anak supaya tumbuh menjadi pribadi yang gigih, ulet, dan pantang menyerah.


Masa kanak-kanak itu kerap diasosiasikan dengan masa-masa yang menggembirakan, tanpa tekanan, maupun bebas. Namun, masa kanak-kanak pun sebetulnya tidak terbebas dari apa yang disebut sebagai stres. Jelas, si kecil mesti menjalani sejumlah tes, mempelajari informasi baru, sakit, menghadapi kondisi yang tak diharapkan, ber-‘konflik’ dengan teman, atau bahkan sampai dibully. Semua itu tentu membuat anak stres. Bahkan, kalau boleh jujur, ada sejumlah anak  yang stres dengan gaya parenting orangtuanya. Huft.


Apa yang bisa membantu anak untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut adalah karakter ulet ini. Sebab, banyak studi yang membuktikan bahwa keuletan pada diri anak berjalan lurus dengan kemampuannya memecahkan masalah. Mereka menghadapi situasi yang tak biasa atau berat dan bekerja keras dengan ulet untuk menemukan solusi terbaik.


Kalau kata Lynn Lyons, fisioterapis sekaligus penulis buku ‘Anxious Kids, Anxious Parents: 7 Ways to Stop Worry Cycle and Raise Courageous and Independent Children’, “Ketika anak masuk ke dalam situasi tertentu, anak pekerja keras atau ulet memiliki kepekaan atau sense untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mampu mengatasi (hal-hal yang tidak mengenakkan) apa yang dilemparkan pada mereka dengan percaya diri.”


Kegigihan, keuletan, atau karakter pekerja keras itu bukan sifat yang diturunkan. Melainkan diajarkan atau dilatih. Lynn pun di banyak kesempatan selalu mendorong orangtua untuk membekali anaknya dengan kemampuan mengatasi situasi-situasi yang tidak diduga. Dan itu adalah apa yang disebut dengan ulet, gigih, atau pekerja keras.


Ayah Bunda, paparan di atas menunjukkan bagaimana karakter pekerja keras bekerja pada anak di masa kecil mereka. Untuk kelangsungan hidup di masa yang akan datang, jangan tanyakan betapa pentingnya karakter tersebut. Maka, tak bisa dielak bahwa melatih, merangsang, dan mendidik menjadi pekerja keras itu adalah sebuah keharusan.


Lalu, bagaimana cara membesarkan anak pekerja keras? Berikut adalah kiat-kiatnya.



  1. Jangan mengakomodir semua kebutuhannya


Lynn bilang, “Ketika kita  mencoba untuk memberikan kenyamanan dan memastikan bahwa semua yang dibutuhkan anak akan terpenuhi, sebetulnya kita telah sedikitnya menutup peluang anak untuk mengembangkan kemampuan problem solving mereka.” (Overprotecting kids only fuels their anxiety).


Lynn bahkan memberi contoh yang mungkin terlihat sangat ekstrim bagi Ayah Bunda. katanya begini. Jadwal anak pulang sekolah itu jam 3.15. Anak pun khawatir bahwa Ayah Bundanya akan terlambat menjemputnya. Lantas, Ayah Bundanya itu pun datang lebih awal, sekitar pukul 2.40, mungkin, untuk membuat anaknya tenang. Satu lagi. Untuk menanamkan karakter pekerja keras, Lynn mencontohkan, ada orangtua yang membuat anak 7 tahun tidur di matras, di atas lantai. Sebab, katanya, kasur itu terlalu membuat mereka nyaman.


Ekstrem, kan? Mungkin, untuk Ayah Bunda, tahu lah apa yang proporsional. Tapi kalau mau meniru contoh dari Lynn pun rasanya tak salah juga. Itu kan hasil studi dia.



  1. Jangan coba menghilangkan semua risiko yang mungkin ditanggung anak


Secara naluriah, orangtua ingin memastikan anaknya aman. Namun, menghindarkan anak dari semua risiko itu, sama dengan tidak membuat anak belajar tentang ulet, gigih, dan bekerja keras.


Masih dari Lynn, dia memberi contoh seperti ini. Ada sebuah keluarga yang anaknya tidak diizinkn untuk makan ketika orangtuanya belum tiba di rumah. Alasannya karena orangtua tersebut ingin memastikan bahwa apa yang dimakan anak-anaknya itu aman. Ini contoh orangtua yang ingin menghilangkan semua risiko dari anak. Dan itu konyol.


Saran dari Lynn, berikanlah anak cukup kebebasan dalam rangka membantunya untuk belajar tentang batasan dirinya.



  1. Ajarkan anak untuk menyelesaikan masalah


Katakanlah begini. Ada anak yang hendak pergi kemping. Namun ia khawatir karena tidak terbiasa pergi dari ruamah dan jauh dari orangtuanya. Ayah Bunda yang juga khawatiran, ucap Lynn, mungkin akan bilang, “Ya sudah jangan kemping!”


Seharusnya, Ayah Bunda itu membantu anak untuk meredakan kekhawatiran dan kegugupan anaknya dengan berdialog, mencari cara bagaimana mengatasi perasaan tersebut, atau setidaknya memberi motivasi dan meyakinkan mereka bahwa kemping sangat baik buat mereka serta semua akan baik-baik saja.



  1. Jadilah contoh


Tentu anak akan melihat seberapa gigihnya, seberapa ulet dan pekerja kerasnya orangtua mereka. Oleh karenanya, tak ada alasan untuk tidak menjadi Ayah Bunda yang juga ulet. Lynn bilang, “Ayah Bunda tak bisa bilang pada anaknya bahwa Ayah Bunda ingin mereka untuk mengontrol emosinya, sedangkan Ayah Bunda sendiri tak bisa melakukannya.”



  1. Jangan berikan anak semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya


Ayah Bunda tak bisa menghitung persis betapa banyaknya pertanyaan yang berseliweran di dalam pikiran anak. Dan atas semua pertanyaan-pertanyaan itu, jangan coba untuk memberikan semua jawabannya. Terkadang, jawaban ‘Ayah/Bunda tidak tahu itu adalah jawaban terbaik buat mereka’.


Salah satu hal yang cukup menyita perhatian anak adalah tentang alam semesta. mereka bertanya banyak hal tentang hal tersebut. Bagaimana hujan bisa terjadi. Bagaimana pagi berganti malam. Bagaimana gerhana bulan atau matahari bisa terjadi.


Di situlah Ayah Bunda akan paham mengapa buku pop up lampion sangat dibutuhkan mereka. Jadi, alih-alih bertanya tentang alam semesta dan mendapatkan jawaban instan, dengan memberikan buku pop up lampion, mereka akan berusaha mencari jawabannya sendiri. Dan jangan dikira anak bisa mudah terpuaskan. Tidak! Semakin mereka tahu satu hal, semakin besar daya eksplorasi mereka untuk mengetahui hal-hal lainnya. Di situlah buku pop up lampion menjadi media yang tepat untuk mereka bereksplorasi sekaligus menjadi alat asah keuletan, kegigihan, dan karakter bekerja keras mereka.


Oh ya, Ayah Bunda paham kan, buku pop up lampion yang kita bicarakan di sini adalah buku Wow, Amazing Discovery series. Buku terbitan Pelangi Mizan ini merupakan buku pop up yang gaya pop up-nya itu pop up lampion. Dan isi bukunya berbicara banyak, dalam, dan gamblang tentang alam semesta, mulai dari bumi, laut, hingga ruang angkasa.


Itulah 5 cara membesarkan anak pekerja keras yang disarikan dari penuturan seorang fisioterapis sekaligus penulis buku ‘Anxious Kids, Anxious Parents: 7 Ways to Stop Worry Cycle and Raise Courageous and Independent Children’, Lynn Lyons. Semoga bermanfaat ya, Bund!