Boneka bercerita seperti Puppet Book yang sudah Ayah Bunda beli ternyata bisa menjadi solusi untuk anak yang aggressive, suka memukul, melakukan hal-hal berbahaya, atau memiliki kebiasaan yang mesti diperbaiki seperti lempar-lempar makanan. Nah, jika kadang melihat anaknya melakukan hal-hal tersebut, maka Ayah Bunda berada di tempat yang tepat. Baca sampai habis ya, Bund!
Begini, sebetulnya apa sih yang dimaksud dengan disiplin pada anak? Sebagian orang mungkin ada yang mengaitkannya dengan hukuman. Tapi tentu bukan itu yang kita bicarakan.
Banyak experts yang mengungkapkan bahwa disiplin adalah menyusun aturan untuk menghentikan anak dari kebiasaan agresif seperti memukul dan menggigit, kebiasaan berbahaya seperti lari ke jalan, serta kebiasaan yang kurang baik lainnya seperti melempar-lempar makanan, persis seperti yang sudah disinggung di paragraf pertama.
Kemudian, disiplin juga berkaitan dengan konsekuensi ketika melangar aturan, yang seperti Linda Pearson, psikiater spesialis parenting and family counseling sekaligus penulis The Discipline Miracle, sebut sebagai “being a good boss”.
Berikut adalah 6 cara untuk melatih anak supaya disiplin.
- Tindakkan, bukan katakan!
Saat anak bertengkar, dengan kakaknya misal, maka pisahkanlah dengan tindakkan. Datangi mereka, leraikan, peluk keduanya, ajak diskusi mengapa bertengkar, redakan emosinya, selesaikan persoalannya. Jangan hanya bilang ‘jangan, jangan’. Sebab anak akan abai pada suara dan kehilangan makna prioritas dari ungkapan Ayah Bunda tersebut. Berbeda ketika leraian dilakukan dengan tindakkan. Hasilnya akan jauh berdamak positif bagi anak. Setidaknya begitu yang dijelaskan Linda Pearson.
- Konsisten
Konsisten itu bermakna luas. Misal, Ayah Bunda meminta anaknya untuk tidak memainkan smartphone di ruang keluarga, sementara Ayah dan bunda melakukan hal tersebut, maka ini tidak konsisten. Atau, misal Ayah Bunda satu waktu melarang anaknya untuk makan sambil berdiri, sementara kakaknya tidak ditegur ketika melakukan hal tersebut, ini juga tidak konsisten.
Ketidak konsistenan membuat anak bingung. Mana nilai yang harus diikutinya dan mana yang tidak. Jauh lebih buruk lagi, tidak konsisten bisa membuat perintah Ayah Bunda tak berarti apa-apa di mata anak. hal ini bisa terjadi jika ketidak konsistenan dilakukan terus menerus oleh Ayah Bunda. Jadi, konsistenlah!
- Jangan emosional
Memang betul, membuat diri tetap tenang ketika anaknya tak nurut atau ketika dipanggil tak menyahut itu susah. Tapi, jika Ayah Bunda berteriak membentak, pesan yang coba disampaikan Ayah Bunda akan tak berarti dan situasi justru memanas. Anak pun bisa merasakannya, jangan ragukan itu.
William Coleman, MD, seorang profesor pediatrik dari University of North Carolina Medical School, menyebut bahwa ketika anak dilingkupi oleh mood negatif orangtuanya, ia bisa merasakan itu dan ia tak ingin mendengar apapun yang orangtuanya katakan.
- Buat semuanya singkat dan simpel
Umumnya, ketika anak melanggar kesepakatan, baik itu yang dibuat secara eksplisit maupun implisit, orangtua biasanya akan ngomel dan menceramahinya panjang lebar. Selanjutnya, orangtua ini akan mengambil alih apa yang sudah dilanggar oleh si anak.
Dr Coleman menjelaskan, anak 18 bulan itu kemampuan kognitif dalam memahami kalimat yang kompleks itu masih kurang. Sementara anak usia 2 sampai 3, kendati kemampuan bahasanya lebih berkembang, kemampuan mereka untuk menyerap penjelasan itu belum terlalu baik juga.
Jadi, cobalah menasihati, menceramahi, menjelaskan apapun kepada anak dengan frase-frase sederhana, pendek-pendek, dan ulangi frase-frase beberapa kali, lengkap juga dengan nada bicara dan ekspresi muka. Hal ini akan jauh lebih mudah dimengerti dan diresapi oleh anak.
- Tetaplah positif
Tak peduli seberapapun kesalnya Ayah Bunda karena kelakukan anaknya yang mungkin tak sesuai dengan apa yang diharapkan, jangan pernah lepaskan kemarahan di hadapannya.
“Jika orang mendengar bosnya berkata, ‘aku tak tahu apa yang harus aku lakukan pada karyawanku’, maka orang itu akan meninggalkan perusahaan tersebut dan merasa tak punya kemampuan, merasa tak berarti. Mereka kehilangan respect pada diri mereka sendiri,” kata Linda Pearson.
Begitupun juga pada anak. Bukan tidak mungkin, ketika mereka mendengar orangtuanya berbicara seperti apa yang dikatakan bos tadi, tentu itu bakal merusak anak, menghilangkan rasa percaya dirinya, membuatnya merasa tak berharga. Naudzubillahhimindzalik. Membayangkan anak dengan perasaan seperti itu sungguh menyayat hati. jangan sampai ini terjadi pada anak Ayah Bunda sekalian. Jadi, tetaplah positif.
Ingat, kotoran tidak bisa dibersihkan oleh air seni. Kesalahan pun tak bisa diselesaikan dengan kemarahan. Hanya kebaikan, cinta, kasih sayang, yang dapat membuat segalanya menjadi lebih baik.
- Ketahui triggernya
Maksudnya begini, Ayah Bunda harus menemukan apa yang jadi penyebab anak melakukan kebiasaan yang kurang baik. Misal, jika anak suka menghambur-hamburkan tisu, dengan sengaja mengeluarkan tisu dari tempatnya, lalu membuatnya berantakan di seisi ruangan, maka coba ambil ambil tempat tisu lebih awal dan jauhkan dari jangkauan anak. Jadi sebetulnya, sebagian kebiasaan buruk itu bersifat preventable atau bisa dihindarkan.
Menariknya lagi, pendisiplinan anak dari kebiasaan kurang baik sebagaimana definisi disiplin di atas, bisa dilakukan dengan cara menghadirkan objek yang bisa menguras energi dan perhatiannya sehingga ia terhindar dari aktivitas yang tidak disiplin. Di sinilah peran boneka bercerita Puppet Book yang sedari tadi Ayah Bunda tunggu-tunggu penjelasannya.
Terlebih untuk anak usia nol sampai 3 bulan, puppet book terbukti efektif dalam merenggut perhatiannya. Lebih positifnya lagi, tak hanya jadi alat preventif untuk menghindarkannya dari kebiasaan memukul atau menggigit orang, boneka bercerita satu ini membantunya meningkatkan kemampuan bahasanya. Kalau mau digali lagi, percayalah bahwa ada banyak dampak positif boneka bercerita Puppet Book bagi anak.
Nah, itulah 6 tips melatih anak supaya disiplin, salah satunya bisa menggunakan boneka bercerita. Semoga Ayah Bunda bisa mempraktikkanya di rumah ya.