Kecerdasan spiritual anak itu memiliki makna yang sangat luas. Tapi, jika ditarik benang merahnya, sederhananya, kecerdasan spiritual itu bisa dibilang sebagai kecerdasan dalam memecahkan persoalan atau kecerdasan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Ayah Bunda mesti tahu bahwa kecerdasan spritual anak ini menjadi landasan untuk memungsikan kecerdasan intelektual atau intellectual quotient (IQ) dan kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ). Bahkan, tak sedikit ahli yang mengatakan bahwa kecerdasan spiritual itu adalah sumber kecerdasan lainnya.
Nah, kecerdasan spiritual anak ini adalah potensi dari dimensi non-material atau dari dimensi metafisik mereka. Potensi ini sudah ada pada setiap orang sejak mereka lahir. Kehadirannya seperti intan, perlu diasah hingga bisa berperan optimal.
Spiritualitas juga dalam pengertian luasnya adalah sesuatu yang berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang sifatnya luhur, abadi, yang berkaitan bahkan dengan nilai-nilai Ilahiah. Tak heran, orang dewasa yang cerdas spiritualnya melihat kehidupan ini adalah sebagai perjalana yang bukan sekadar pemuasan diri sendiri, melainkan kepada tujuan luhur dan agung. Kehidupan baginya menjadi lebih sebagai instrumen daripada sekadar tujuan akhir.
Itu pengertian spiritualias secara luas, Bund. Agak rumit, tapi pasti Ayah Bunda paham maksudnya. Nah, untuk anak-anak sendiri bagaimana. Apakah anak dengan kecerdasan spiritual yang tinggi berarti harus mempunyai pandangan hidup seperti yang sudah dijabarkan di atas? Hihi. Rasanya tidak demikian ya.
Di dalam buku ‘SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan’ yang ditulis oleh Zohar, Danah, dan Marshal, di sana dikatakan ada 10 hal yang menjadi indikator untuk mengukur kecerdasan spiritual, yaitu:
- Kesadaran diri
- Spontanitas, termotivasi secara internal
- Melihat kehidupan dari visi dan berdasarkan nilai-nilai fundamental
- Holistik, melihat sistem dan universalitas
- Kasih sayang (rasa berkomunitas, rasa mengikuti aliran kehidupan)
- Menghargai keragaman
- Mandiri, teguh melawan mayoritas
- Mempertanyakan secara mendasar
- Menata kembali dalam gambaran besar
- Teguh dalam kesulitan
Nah, dari kesepuluh indikator di atas, kita bisa melihat seberapa tinggi kecerdasan spiritual anak. Ayah Bunda tinggal kontekstualisasikan sesuai dengan usia anak. Begini, dari poin kesadaran diri, lihat, misal, apakah anak meminta maaf ketika ia melakukan kesalahan. Apakah anak berterima kasih saat mendapat kebaikan dari orang lain. Itu adalah bentuk kesadaran diri yang tinggi dari seorang anak. Dengan demikian, bisa dibilang bahwa anak tersebut memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang baik.
Begitupun dari poin indikator lainnya. Untuk melihat kecerdasan spiritual anak, tinggal akurkan saja kesepuluh poin di atas dengan kebiasaan periaku mereka. Bahkan, Ayah Bunda bisa melihat itu di saat anak tengah bermain game. Apakah ia berpikir secara holistik, menyeluruh, apakah ia teguh dalam menghadapi kesulitan yang tengah dihadapinya.
Kemudian dari poin mempertanyakan secara mendasar, Ayah Bunda bisa mengetahui ini dari kebiasaan bertanyanya. Jadi, sesungguhnya, anak yang pertanyaannya tak pernah habis itu sedikitnya menunjukkan tingkat kecerdasan spiritualnya. Justru, Ayah Bunda mesti khawatir jika putra putrinya tak banyak bertanya.
Intinya, untuk mengukur kecedasan spiritual anak, Ayah Bunda tinggal lihat, apakah kesepuluh poin di atas ada pada diri anaknya atau tidak? Cara melihatnya tentu mesti dengan ukuran usia mereka. Tidak isa kemudian Ayah Bunda mengukurya dengan melihat apakah si anak bepikir secara menyeluruh tentang hakikat kehidupan, keseluruhan sistim yang ada di dalam kehidupannya. Tidak. Lihatlah dari kebiasaan-kebiasaan mereka.
Nah, seperti sudah disinggung sebelumnya bahwa kecerdasan spiritual itu seperti intan, harus diasah. Jadi, pada hakikatnya, masa kanak-kanak adalah masa-masa di mana intan tersebut di asah, masa di mana Ayah Bunda mengasah kecerdasan spiritual anak. Lantas, cara mengasahnya bagaimana? Sangat mudah! Contohnya, mengajarkan putra putrinya beribadah, mengajarkannya berdoa, memberinya pelajaran tentang iman, mengajarkan bermasyarakat, mengajarkan toleransi, kasih sayang, dan lain sebagainya. Bisa dengan dijelaskan langsung maupun dicontohkan.
Lebih efektif, coba Ayah Bunda baca buku Halo Balita beserta anaknya. Muatan bukunya sangat erat berbicara tentang kecerdasan spiritual. Ada tiga tema besar yang dibahas, yakni self help, value, dan spiritual itu sendiri. Yang terpenting, buku berformat board book ini dikemas, baik fisiknya maupun cara penyampaiannya, sesuai dengan usia anak.