Mandira Dian Semesta
Cari Game Anak SD? Pilih yang Seperti Ini! Alasannya Tak Pernah Terpikirkan
Cari Game Anak SD? Pilih yang Seperti Ini! Alasannya Tak Pernah Terpikirkan By admin / 07 September 2018

Game anak SD, sendainya Ayah Bunda tahu, merupakan metode alternatif dalam belajar. Bahkan lebih efektif. Tak heran, dengan main game anak SD yang tepat, anak-anak justru berkembang menjadi murid jenius, out of the box, dan menguasai konsep fundamental materi-materi yang dipelajarinya.


Contoh sederhana, seorang guru memberikan satu soal matematika di papan tulis. Kemudian, seorang murid maju ke depan dan menyelesaikan soal tersebut. Lantas, setelah memeriksa jawaban sang murid, guru itu bilang begini, “Jawabannya betul, tapi caranya atau kotretannya beda, tak pernah ibu ajarkan.”


Hal seperti itu hanya bisa terjadi ketika si anak menguasai konsep dasar dari sebuah materi. Dengan memahami konsep dasar atau prinsip-prinsipnya, maka tidak menutup kemungkinan bagi si anak untuk mengeksplorasi, mengembangkan, dan ‘bermain-main’ dengan materi tersebut.


Ciri-ciri orang jenius itu begitu, Bund! Dan pola pikir seperti itu bisa dibangun dengan bermain game anak SD. Siapapun bisa jadi seperti itu, bisa jadi jenius, tidak terkecuali putra putri Ayah Bunda. Yang menjadi pertanyaan, game anak SD seperti apa yang bisa membuat anak seperti contoh anak di atas? game anak SD bagaimana yang bikin anak jadi jenius?


Jawabannya yaitu game yang berbasiskan masalah. Game yang berspiritkan problem solving. Game yang memberi anak sederet masalah dan mesti mereka selesaikan. Jika anak ingin jenius dalam subjek matematika, beri ia game matematika yang berbasis masalah. Jika anak ingin jenius dalam bahasa Inggris, beri ia game dengan subjek bahasa Inggris yang berbasiskan masalah.


Jangan suguhkan anak game yang membuat anak tidak berpikir. Misal, permainan ular tangga yang tidak ada nilai edukatifnya itu tidak terlalu bagus. Mengapa? Sebab langkah kita ditentukan oleh dadu yang kita kocok. Itu tak membuat anak berpikir. Justru permainan semacam ini bisa jadi kontraproduktif bagi perkembangan anak.


Ayah Bunda yang baik hati, di sekolah, umumnya metode belajar yang dirasakan anak adalah metode mengahafal, mengulang, mempraktikkan. Meski memang banyak terobosan dilakukan oleh Dinas Pendidikan, tidak bisa dipungkiri, anak-anak belajar dengan cara menghafal, kemudian mengulang, lalu mempraktikkannya.


Misal, dalam pelajaran matematika, anak-anak akan diberikan penjelasan oleh gurunya, kemudian mereka menghafalnya, lalu mengulangnya sendiri, dan akhirnya mempraktikkan pada soal-soal yang ada. Cara menyelesaikan soalnya bagaimana? Sama dengan konsep yang diajarkan. Minim kemungkinan bagi anak untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan lain. Kendati tidak semua anak seperti itu.


Nah, memang, tak ada yang salah dengan hal itu. Yang menjadi tugas Ayah Bunda adalah membantu anak untuk menemukan metode belajar yang lebih fleksibel, yang membangun spirit life long learning skill, yang sederhananya begini, metode yang menekankan untuk memahami (bukan menghafal) prinsip dasar atau konesp dasar dan membebaskan mereka untuk mengeksplorasinya. Terbukti,  Game atau permainan berbasiskan masalah telah melakukan itu.


Setelah memahami logikanya, Ayah Bunda sekarang mungkin bertanya-tanya, game anak SD yang berbasis masalah itu seperti apa contohnya.


Nah, sebelum diberi contoh spesifik nama permainannya, Ayah Bunda harus memahami ini terlebih dahulu. Ini adalah alasan mengapa game anak SD berbasis masalah itu penting dan bisa bikin anak jadi jenius.


Alasannya sederhana, yakni membuat anak merasakan langsung apa yang dipelajarinya. Begini, anak tak tertarik pada sejumlah pejaran karena tak merasa pelajaran tersebut penting untuk keidupannya, tidak relate to their real life. Mereka berpikir pelajaran tersebut adalah sesuatu yang ada di sekolah, terpisah dari dirinya.


Pernahkah Ayah Bunda mendengar putra putrinya bertanya, “kenapa aku harus mengerjakan ini? Kapan aku bakal menggunakan ini di kehidupanku?” Sejatinya, anak yang mempertanyakan itu menunjukkan bahwa mereka sudah paham esensi dari pendidikan.


Game berbasis masalah secara tidak langsung membangun kesadaran bahwa apa yang mereka pelajari, apa yang mereka dalami dan eksplorasi itu memiliki signifikansinya di dalam kehidupan mereka. Game anak SD berbasis masalah mencoba membawa mata pelajaran yang ada di sekolah itu lebih dekat dengan anak, mencoba membangun kesadaran bahwa materi di sekolah itu terasa dan penting untuk kehidupannya. Dengan kesadaran seperti itu, tak bisa dibayangkan sejauh mana mereka akan berkembang. Fantastis!


Aya Bunda tahu bagaimana konsep-konsep dasar dalam matematika atau fisika itu lahir? Ya, semuanya lahir dari aktivitas sehari-hari yang nyata. Pernah dengar bahwa teori gravitasi terinspirasi peristiwa apel yang jatuh dari pohonnya.


Begitulah seharusnya anak belajar, melihat bahwa apapun yang dipelajarinya, yang ada di sekolahnya, itu adalah sesuatu yang dialaminya. Mengapa matematika kerap dirasa lebih sulit daripada sosiologi atau bahasa Indonesia, karena matematika dirasa tidak terjadi di dalam kehidupannya, tidak ada relevansinya. Berbeda dengan sosiologi dan bahasa Indonesia yang menjadi bagian di dalam kehidupan nyata.


Padahal, tahukah Ayah Bunda bahwa matematika itu tak ada beda dengan pelajaran bahasa asing lainnya. Matematika adalah bahasa asing. Matematika membahasakan apapun dengan angka, dengan simbol. Nah, prinsip atau konsep dasar seperti inilah yang semestinya dipahami anak..


Jadi, begitulah game anak SD berbasis masala bekerja. Mendekatkan anak dengan setiap subjek yang mereka pelajari. Bukan sekadar mengingat, lalu lupa. Sekarang, contoh game-nya apa dong?


Contohnya, SabaQu. Ini sangat pas untuk anak SD dalam memahami konsep dasar matematika, bahasa Inggris, dan bahasa Indonesia. Mainan berbasis masalah satu ini bekerja persis seperti apa yang telah dipaparkan di atas. Jadi, sebagai ikhtiar Ayah Bunda dalam membuat anak menjadi jenius, memberikan SabaQu pada mereka sangat worth it lah! Hihi. Coba saja. Testimoni dari yang sudah-sudah mengatakan demikian.