Hafiz junior, syukur Alhamdulillah, jumlahnya sudah sangat banyak. Di pesantren-pesantren khusus tahfiz pun, setiap waktunya dicetak hafiz-hafiz junior. Untuk Ayah Bunda yang putra putrinya tidak mesantren tentu bisa juga jadi hafiz junior. Asal tahu caranya, tahu kuncinya. Itulah yang akan kita bicarakan di sini, Bund.
Kunci untuk menjadiakan anak kita seorang penghafal Quran, salah satu yang perlu Ayah Bunda lakukan adalah mengetahui gaya belajar anak. Dengan demikian, dalam proses menghafalnya akan terasa lebih mudah.
Secara garis besar, gaya belajar itu dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu gaya visual, auditori, dan kinestetik. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan ada juga anak yang merasa nyaman dan unggul dengan ketiga gaya beljar sekaligus.
- Visual
Gaya belajar visual biasanya ada pada anak-anak yang mempunyai ingatan fotografis. Anak-anak ini cenderung sangat mudah mengingat bentuk, warna, tampilan, dan segala yang tampak dilihatnya. Lalu, saat belajar, mereka akan sangat terbantu dalam memahami materi dengan adanya gambar-gambar, diagram, atau ilustrasi. Intinya, ada bentuk visualisasi dari materinya.
Sayang, sedikit kekurangan anak dengan gaya belajar visual adalah mudah terganggu dengan sesuatu yang bergerak di sekitarnya. Perhatiannya mudah teralihkan. Sedangkan kelebihannya adalah mereka dinilai lebih detail rapi, teratur, dan juga teliti.
- Auditori
Kemampuan terbesar yang diunggulkan dari anak denga gaya belajar auditori tentu ada pada pendengarannya. Anak-anak seperti ini biasanya sangat senang mendengarkan. Mereka merasa nyaman ketika mendengarkan guru menerangkan. Termasuk ketika Ayah Bunda mebacakan cerita untuknya, mereka mungkin bakal dengan seksama mendengarkan ceritanya.
Namun, anak-anak dengan tipe belajar gaya auditori ini biasanya hanya bisa belajar di tempat yang tidak bising. Mereka sangat nyaman dengan ketenangan. Konsentrasi mereka mudah terganggu oleh suara-suara di luar perhatiannya.
- Kinestetik
Anak dengan gaya belajar kinestetik cenderung menyerap informasi dengan baik jika mereka tetap aktif bergerak. Jadi, ketika Ayah Bunda memperdengarkan audio murotal, lantas si kecil mendengarkannya sambil melakukan hal-hal lain, namun ia tetap bisa menghafalnya, nah bisa diidentifikasi bahwa gaya belajar si kecil itu bertipe kinesteteik.
Sejumlah orang kerap menyalahartikan anak-anak dengan gaya belajar kinestetik ini. Mereka tak jarang menyebut anak-anak tipe ini sebagai anak yang hiperaktif. Anggapan tersebut tak sepenuhnya benar. Anak-anak ini memang pada dasarnya nyaman menyerap informasi sambil aktif bergerak. Paling, hanya butuh sedikit bantuan untuk membuat mereka tetap fokus.
Selain itu, anak-anak bergaya belajar kinestetik ini sangat mudah mengingat pada apa yang disentuhnya, lebih menyukai praktik langsung, dan cenderung agak kesulitan dalam memahami hal-hal yang abstrak seperti simbol, peta, ataupun lambang.
Nah, ketika sudah tahu gaya belajar anaknya, Ayah Bunda tinggal coba saja memberikan penekanan pada gaya belajar mereka. Jika anaknya bertipe visual, maka coba cara menghafal Al-Quran dengan visualisasinya. Begitupun dengan gaya belajar lainnya.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa mengakomodir gaya belajar anak itu bukan perkara mudah. Mungkin, di sebagian benak orangtua, yang terbayang dari aktivitas menghafal Al-Quran adalah membaca Al-Quran, lalu menghafalnya, mendengarkan lantunan ayat suci Al-Quran sambil menghfalnya. Begitu, bukan?
Bersyukur kini telah hadir LAQU. LAQU ini adalah sebuah inovasi cara menghafal Al-Quran bagi anak-anak. LAQU terdiri dari 4 tray permainan, 100 kartu kosa ata, 72 lembar modul permainan, 1 set kartu cocok kata, 1 set kartu kalimat sempurna, 1 set board game, 7 buku utama, musaf 1 juz.
Materi yang ada pada semua permainannya berisikan penggalan-penggalan ayat Al-Quran. Tak hanya itu, dengan LAQU ini anak juga dibuat paham dengan arti dari kalimat-kalimat tersebut. Dengan bermain, semua gaya belajar terfasilitasi. Ada visualisasi dengan gambar-gambar yang tersedia, ada audio yang bersumber dari e-pan, ada kinestetik dari setiap permaianan yang dilakukan.
Semakin sering anak bermain LAQU, semakin banyak kalimat yang diingat dan dipahaminya, senantiasa menjadikannya hafiz junior aamiin. Ketika ia, membaca Al-Quran, yang dibacanya tak asing lagi baginya hingga tak sulit untuk menghafalnya. Kalimat-kalimat yang sudah melekat di kepalanya akan menjadi hafalan utuh seiring dengan seringnya anak membaca Al-Quran.
Secara garis besar, proses menghafal Al-Quran menggunakan LAQU tidak lagi sekadar membaca lalu menghafalnya, melainkan, membaca, melihat, mengalami, dan memahami, hingga akhirnya melekat sebagai hafalan anak. Jadi bagaimana, Ayah Bunda sudah siap mencetak hafiz junior di rumahnya?