Mandira Dian Semesta
Mengapa Kita Harus Melatih Kecerdasan Emosi Anak? Jangan Kaget, Ini Jawaban Psikolog Klinis!
Mengapa Kita Harus Melatih Kecerdasan Emosi Anak? Jangan Kaget, Ini Jawaban Psikolog Klinis! By admin / 26 September 2018

Kecerdasan emosi anak atau emotional quotient. Sejauh mana Ayah Bunda memahami hal ini? Apakah sudah tahu apa manfaat kecerdasan emosi anak dan bagaimana cara terbaik untuk melatihnya? Ayah Bunda berada di tepat yang tepat.


Secara kasar, kecerdasan emosi anak banyak dipahami sebagai kemampuan si kecil untuk mengontrol emosinya. Ketika mereka ramah, tidak mudah marah, mudah bersahabat, gampang beradaptasi, hal itu dipersepsikan bahwa anak tersebut memiliki kecerdasan emosi yang bagus.


Namun, untuk memperdalam pemahaman Ayah Bunda tentang kecerdasan emosi anak guna mengoptimalkan aspek ini untuk kesuksesannya, sebaiknya Ayah Bunda simak penuturan Lisa Firestone, Ph.D, seorang psikolog klinis sekaligus penulis dan direktur Research and Education for the Gendon Association.


Sebagai pembuka, Lisa menuturkan bahwa ketika melatih kecerdasan emosi anak, Ayah Bunda sebetulnya tengah mengajarkan mereka satu kemampuan utama untuk kesuksesan hidup mereka. Penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi anak atau EQ ini memprediksi lebih dari 54% kesuksesan dalam berbagai aspek (kesuksesan hubungan, kualitas hidup, kesehatan, karir, dan lainnya). Ia juga mengungakapkan, data lainnya menyimpulkan bahwa remaja dengan tingkat kecerdasan emosi yang tinggi bisa menempuh pendidikan tinggi dan menentukan pilihan yang baik bagi dirinya.


Kemudian, Lisa mengaku terinspirasi oleh pidato Dr. Marc Brackett, direktur Yale Center for Emotional Intelligence, yang berbicara tentang betapa pentingnya sekolah untuk melatih anak untuk memahami emosinya sendiri. Katanya, isntitusi Dr. Marc tersebut membuat sebut model pembelajaran tentang hal ini. namanya adalah RULER.


RULER ini singkatan dari Recognizing emotions in self (menyadari apa perasaannya), Understanding the causes and consequences (memahami penyebab dan akibat dari emosinya tersebut), Labeling emotions accurately (memberi nama atas jenis emosi yang tengah dairasakannya), Expressing emotions appropriately (meluapkan emosinya dengan tepat), dan Regulating emotions effectively (mengontrol atau mengatur emosi dengan efektif).


Kalau di sekolah-sekolah belum memiliki wawasan untuk melakukan upaya mengasah kecerdasan emosi anak, model RULER ini bagus sekali untuk diaplikasikan di rumah, Bund!


Kembali ke paparan Lisa, ia kemudian menyebut bahwa metode RULER tersebut berjalan paralel dengan prinsip kecerdasan sosial anak yang digagas oleh Daniel Goleman. Sebagaimana sudah diketahui, prinsip atau ukuran tinggi rendahnya kecerdasan sosial itu ada lima poin, yaitu self awarness (mengenali emosi), self regulation (mampu mengontrol emosi), internal motivation (memiliki sense yang bagus dalam memaknai apa yang penting di dalam hidup), emphaty (memahami perasaan orang lain), dan social skills (mampu membangun hubungan sosial).


Bisa disimpulkan bahwa ketika Ayah Bunda mempraktikkan model RULER sebaai upaya melatih kecerdasan emosi anak, maka dalam waktu bersamaan, kecerdasan sosial anak pun terasah.


Kemudian, Lisa mengatakan bahwa sesungguhnya, yang menjadi berat bagi orangtua dalam melatih kecerdasan emosi anak adalah karena orangtuanya sendiri pun tak pandai dalam melatih emosinya. Kendati demikian, ia lantas menegaskan bahwa model RULER atau model apapun untuk melatih kecerdasan emosi itu bisa dilatih atau diajarkan untuk usia berapapun. Jadi, katanya, berproseslah bersama.


Pada faktanya, berbiara empat mata kemudian mulai melakukan metode RULER di atas itu tidak semudah yang dibayagkan. Bunda duduk berhadapan dengan anak. Lalu bertanya, “apa yang kamu rasakan sekarang?” Kemudian menanyakan penyebab dan konsekuensi dari perasaan tersebut. Hal itu akan sulit untuk dilakukan, terlebih untuk anak yang usianya lebih kecil.


Untuk memudahkan mepraktikkan metode RULER ini, ada baiknya Ayah atau Bunda menghadirkan medium seperti alat bantu yang dalam tahap awal bisa mendudukkan bersama dan mencairkan suasana. SabaQu bisa jadi pilihan terbaik untuk hal ini.


Umumnya, SabaQu masih dikenal sebagai permaian edukatif yang melatih bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika. Padahal, SabaQu juga bisa menjadi sarana perekat hubungan batin para pemainnya, bisa menciptaka keintiman. Jadi, cobalah main SabaQu bersama anak.



Bahkan, perlu diketahui juga bahwa SabaQu punya andil dalam melatih kecerdasan anak. coba bayangkan, mengapa permainan ini mengharuskan anak memeriksa jawabannya sendiri, menjawab dengan menempelkan keping magnet warna di sisi papan? Semua itu punya makna.


Nah, kembali kepada paparan Lisa, ia mengakhirnya dengan sebuah pertanyaan. Persis seperti yang tertera pada judul, ‘mengapa kita harus melatih kecerdasan emosi anak?’ Jawabannya adalah karena kecerdasan emosi adalah jenis kecerdasan yang paling menentukan pada hidup seseorang.


Lihat, banyak orang pintar di barat sana yang mati konyol dengan menghabisi nyawa sendiri. Alasannya apa coba? Ya karena mereka tak memiliki kecerdasan emosi yang baik. Sebaliknya, ketika kecerdasan emosi anak baik, maka akan sangat mudah untuk memiliki kecerdsan intelektual yang jauh lebih baik.


Semoga Ayah Bunda banyak mendapat masukan dari paparan psikolog klinis, Lisa Firestone Ph.D, ini. Sekurang-kurangnya, Ayah Bunda dapat metode RULER tuh!